Seorang kawan pernah menegur ku saat aku memang bersikukuh menjaga prinsip ku itu untuk “Say No To Pacaran”...
Habis
mau bagaimana lagi, kurasa aku memang tidak membutuhkannya. Kita memang
tak pernah tahu kapan rasa suka, sayang, dan cinta itu mendobrak
nurani. Datangnya memang tak diundang, yang dirasa adalah kebahagian dan
kenyamanan bagai bunga-bunga indah yang senantiasa mewangi menyesakan
dada dengan kesenangan. Begitu pun ketika rasa itu akhirnya pergi juga
tanpa permisi, hingga tak ada yang mengetahui tujuan selanjutnya rasa
ini kemana arahnya. Aku bersyukur bahwa Allah Yang Maha Pengasih masih
mengaruniaiku rasa malu sebagai tameng penahan hasrat untuk segera
mengikuti ritual wajib remaja saat ini (baca:pacaran), yang sudah tak
diketahui kemana kiblatnya dan siapakah yang sebenarnya diikuti. Dan
ritual ini bisa dilakukan asal suka sama suka meski tak terdeteksi juga
sebenarnya rasa yang sedang menggebu-gebu benarkah karena cinta yang
haqiqi atau hanya karena nafsu yang senatiasa minta untuk diikuti. Yang
jelas semua terasa indah, saat rindu menggelora dan asmara mulai
mendobrak sukma agar senantiasa berjumpa dengan yang terkasih adalah
impian paling urgent untuk segera jadi kenyataan.
Dengan
kerendahan hati, aku pun senatiasa berdo’a kepada Zat Yang Maha Perkasa
untuk menutup aib ku serapat-rapatnya di dunia maupun di akhirat.
Karena semata-mata aku yang tengah berbuat sebegini, untuk melawan
hasrat dan gejolak karena rasa Iffah dan Izzah kepada –Nya adalah karena
Dia memang sedang menutup aib ku dan kita semua, karena tidak ada
manusia yang sempurna kecuali Muhammad bin Abdullah yang telah Dia jaga
akhlaq nya sebagai sebaik-baiknya manusia. Dan semoga kasih sayang Allah
tak pernah berkurang buat kita semua..
Aku memang tak mampu menjudge seorang
yang berpacaran itu tak memiliki rasa malu dan mereka bersalah. Karena
aku pun memang belum juga membuktikan, bagaimana rasanya pacaran setelah
menikah jadi sangat nampak bodoh ketika ku mengatakan hal yang
jangankan untuk merasakan dan menikmatinya, membayangkannya saja rasanya
aku belum berani. Apalagi, harus ku gembar-gemborkan antipacaran dan
mencibir mereka yang berbuat demikian. Toh, mungkin saja sebagai seorang
remaja aku pun pernah merasakan rasa penasaran tentang hal itu. Dan
lagipula tak pernah ada larangan dikeluarga ku untuk melakukan hal
tersebut semua dianggap wajar selama kita memang bisa menjaga segel
virginitas, dan melakukan ritual pacaran yang lain dianggap wajar. Hanya
saja aku memang bukan seorang pelaku dan penyandang status pacaran.
Entahlah, aku memang tak berminat dengan kegiatan tidak produktif itu.
Ditambah keberuntungan ku, bahwa Tarbiyah memang memeluk dan mendekapku
lebih erat dibandingkan tawaran dari rutinitas pacaran dan janji manis
para kaum adam yang belum tentu akan yang jadi halal untuk ku. Jadi,
sejak awal aku memang tidak berminat dengan life style anak muda yang dianggap ketinggalan zaman jika tidak mengikutinya (baca:pacaran).BoAm alias Bodo Amat…
Semua
ini ku lakukan hanya karena aku begitu memahami kondisiku, ada sebuah
kekhawatiran jika suatu saat nanti Dia telah menganugrahiku seorang
pemuda yang senatiasa mendampingiku menuju surga-Nya. Aku khawatir jika
nanti seorang yang paling tampan, cerdas, dan terbaik (baca: suamiku
nanti) merasa kecewa. Karena memang aku bukanlah seorang gadis pemilik
wajah cantik nan jelita yang bisa dikagumi nya. Pun aku juga bukan anak
dari keturunan bangsawan sehingga tak mungkin di dapati nya ku sebagai
pemilik mobil mewah dan rumah megah apalagi perusahaan yang tersebar di
mana-mana. Berbicara tentang kecerdasaan, bisa dikatakan aku juga tak
punya keahlian yang bisa dibanggakan, mungkin hanya menulis
coretan-coretan ini,itupun karena aku memang seorang yang banyak bicara.
Kecuali, aku memang punya orang-orang luar biasa yang senantias
mengajari dan mengawal setiap langkahku hingga saat ini dan dari mereka
lah aku banyak belajar tentang bagaimana seharusnya wanita itu menjaga
hargadirinya dengan agama dan sikap nya. Karena kecantikan itu pada
masanya juga akan memudar dan hanya meninggalkan keriput saja. Sedangkan
harta dan kekayaan pun bisa habis jika tak ada keberkahan didalamnya.
Sedangkan kualitas iman seseorang tak pernah ada ceritanya turut
mengkriput dan memudar hingga usia menua, melainkan jika kita tak lagi
memanjakan untuk datang kesalon Ruhiyah, dimana didalamnya kita bisa
meningkatkan ibadah, muamalah, dan syariah sesuai dengan tuntutan
Al-Qur’an dan Al-Hadist. Meski iman itu pun memang tak dapat diciptakan
jika hanya mengandalakan keturunan, karena iman dibangun dengan motivasi
didalam hati dan diri seseorang untuk terus mencari dan memperbaiki
kualitas keimanannya sepenuh hati dan sepanjang hari-hari. Berteman dan
membangun lingkungan yang baik agar kualitas ibadah senatiasa terupgrade.
Aku
berharap suatu saat nanti aku bisa mengatakan kepada dia yang terbaik
untuk ku. “Maafkan lah aku, atas nama semua para lelaki yang pernah
hinggap dikepala ku. Namun bukan di dalam hatiku, karena disana ada
tempat terindah yang hanya ku persiapkan untuk mu.” Karena aku hanya
akan mencintai dengan sebenar-benar cinta hanya untuk dia, lelaki cahaya
ku yang telah Allah persiapkan untuk mendampingiku di dunia dan di
akhirat untuk menuju surga-Nya.
Setidaknya, aku bisa memberikannya hal yang original kepada dia yang telah dipilihkan-Nya untuk ku.
Dan Do’akan aku kawan semoga Allah senantiasa menyayangi dan melindungi
kita sampai yang halal datang menjemput ..Agar bidadari cemburu pada
kita, ukhtyfillah…Amien
inspirasi : @echi